Mencari ilmu adalah suatu aktivitas yang memiliki tantangan. Tantangan itu dapat berupa biaya, waktu, kesehatan dan kecerdasan. Orang yang mampu menghadapi tantangan itu adalah orang yang memiliki keikhlasan dan semangat rela berkorban, Ada orang yang tidak suskses dalam menuntut ilmu karena tidak sabar dalam berjuang menghadapi tantangan. Ketika menuntut ilmu, seseorang tidak dapat mencari uang, bahkan sebaliknya, menghabiskan uang. Bagi orang yang tidak memiliki tabungan, maka ia akan mengalami kesulitan untuk mencari ilmu – terutama pada jalur pendidikan formal. Demikian juga dengan tantangan yang lain.
Baca Juga : Hadist dan Perintah Menuntut Ilmu
Bagi orang yang beriman, tantangan itu tidak perlu menjadi hambatan. Sebab selain tantangan, ia juga memiliki motivasi yang sangat besar. Orang-orang mencari ilmu dengan ikhlas akan dibantu oleh Allah dan akan dimudahkan baginya jalan menuju surga. Hal ini dapat dipahami dri hadist berikut ini.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jaln menuntut ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke surga.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Baihaqi)
Dalam hadist ini, Rasulullah menggunakan pendekatan fungsional. Beliau memberikan motivasi belajar kepada para sahabat (umat) dengan mengemukakan manfaat, keuntungan dan kemudahan yang akan didapat oleh setiap orang yang berusaha mengikuti proses belajar. Kendatipun beliau tidak menggunakan kata perintah, namun ungkapan ini dapat dipahami sebagai perintah. Bahkan sering kali motivasi dengan ungkapan seperti ini lebih efektif daripada perintah. Siapakah orang beriman yang tidak ingin kemudahan untuk masuk surga ? Jawabannya dapat ditebak, tidak ada. Artinya, semua orang beriman itu ingin sekali mendapatkan fasilitas ini. Nah, caranya tempuhlah jalan atau ikutilah proses mencari ilmu dengan ikhlas karena Allah.
Anjuran yang terdapat dalam hadist ini sejalan dengan pernyataan Allah dalam Alquran Surah Fathir (35) ayat 28 yang berbunyi.
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi Maha Pengampun.”
Al-Maraghi menejelaskan bahwa sesungguhnya yang takut kepada Allah, bertakwa kepada-Nya, dan mematuhi hukuman-Nya hanyalah orang-orang yang mengetahui tentang kebesaran dan kekuasaan Allah. Karena mengetahui hal itu, ia yakin tentang hukuman Allah atas siapa pun yang bermaksiat kepada-Nya. ia pun merasa takut dan ngeri kepada Allah karena khawatir mendapatkan hukuman-Nya.
Sehubungan dengan ayat di atas, terdapat sebuah sabda Rasulullah
Dari Aisyah, ia meriwayatkan, “Nabi melakukan sesuatu lalu beliau memberi rukhsah (keringanan) mengenai sesuatu itu. Namun, ada suatu kaum yang menghindarinya. Ketika hal itu didengar oleh Nabi, beliau pun berkhutbah. Beliau memuji Allah lalu bersabda, ‘Mengapa ada kaum yang menghindari sesuatu yang aku perbuat?Demi Allah, sesungguhnya aku adalah yang paling tahu tentang Allah dan paling takut kepada-Nya di antara mereka” (HR. Al-Bukhari)
Berikut ini ada atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Hasan Al-Bashri. Menurut Ibnu Abbas, “Orang yang berilmu tentang Allah Yang Maha Pencipta di antara hamba-hamba-Nya adalah orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, memelihara wasiat-Nya, serta yakin bahwa ia akan bertemu dengan-Nya dan memperhitungkan amalnya.” Sementara itu, Hasan Al-Bashri berkata, “Orang yang berilmu adalah orang yang takut kepada Allah yang Maha Pengasih, sekalipun ia tidak mengetahui-Nya, menyukai apa yang disukai oleh Allah, dan menghindari apa yang dimurkai Allah.” Kemudian Al-Bashri membaca surah Fathir (35) ayat 28.
Dari hadist dan atsar di atas dapat dipahami dengan jelas bahwa ilmu pengetahuan itu memudahkan orang menuju surga. Hal itu mudah dipahami karena dengan ilmu seseorang mengetahui akidah yang benar, cara-cara beribadah yang benar, dan bentuk-bentuk akhlak yang mulia. Selain itu, orang berilmu mengetahui pula hal-hal yang dapat merusak akidah tauhid, perkara-perkara yang merusak pahala ibadah, dan memahami pula sifat dan perilaku buruk yang perlu dihindari. Semuanya itu akan membawanya ke surga di akhirat, bahkan kesejahteraan di dunia ini.
Selain hadist di atas, terdapat pulah hadist semakna yaitu sebagai berikut.
Abu Ad-Darda’, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa yang menempuh jalan mencari ilmu, akan dimudahkan Allah untuknya ke surga. Sesungguhnya, malaikat merentangkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu. Sesungguhnya, pencari ilmu dimintakan ampun oleh mahluk yang ada di langit dan di bumi,bahkan ikan yang ada dalam air. Keutamaan alim terhadap abid adalah bagaikan keutamaan bulan diantara semua bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Mereka tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu, hendaklah ia cari sebanyak-banyaknya.” (H.R At-Tirmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud, dan Ad-Darimi)
Dalam hadist di atas terdapat lima keutamaan orang menuntut ilmu, yaitu (1) mendapat kemudahan untuk menuju surga, (2) disenangi oleh para malaikat, (3) dimohonkan ampun oleh mahluk Allah yang lain, (4) lebih utama daripada ahli ibadah, dan (5) menjadi pewaris Nabi. Menuntut ilmu yang dimaksud di sini, menurut pengarang Tuhfah Ak-Ahwazi adalah mencari ilmu, baik sedikit maupun banyak dan menempuh jarak yang dekat atau jauh.
Maksud dari dimudhkan Allah baginya jalan menuju surga adalah ilmunya itu akan memberikan kemudahan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menyebabkan masuk surga. Dengan ilmu, seseorang mengetahui kewajiban yang harus di kerjakan dan larangan yang harus dijauhi. Ia memahami hal-hal yang dapat merusak akidah dan ibadahnya. Ilmu yang dimilikinya membuat ia dapat membedakan yang halal dari yang haram. Dengan demikian, orang yang memiliki ilmu pengetahuan itu tidak merasa kesulitan untuk mengerjakan hal-hal yang dapat membawanya ke dalam surga.
Malaikat menghamparkan sayapnya karena senang kepada orang yang mencari ilmu. Malaikat telah mengetahui bahwa Allah sangat mengutamakan ilmu. Hal itu terbukti ketika mereka disuruh hormat kepada Adam setelah menunjukan kelebihan ilmunya kepada malaikat. Oleh sebab itu, para malaikat merasa senang kepada orang-orang yang berilmu karena mereka dimuliakan oleh Allah.
Orang yang menuntut ilmu dimintakan ampun oleh mahluk-mahluk Allah yang lain. Ini merupkan ungkapan yang menunjukan kesenangan Rasulullah kepada para pencari ilmu. Ilmu itu sangat bermanfaat bagi alam semesta, baik manusia maupun bukan manusia. Dengan ilmu pengetahuan yang disertai iman, alam ini akan selalu terjga dan indah. Penjagaan dan pengelolaan alam ini dapat dilakukan dengan ilmu pengetahuan. Jadi, orang yang memiliki ilmu dan menggunakannya untuk kebaikan alam semsta merupakan orang mulia yang pantas di doakan oleh penghuni alam ini.
Orang berilmu pengetahuan lebih utama daripada ahli ibadah. Keutamaannya diumpamakan oleh Rasulullah bagaikan keutamaan bulan di antara semua bintang. Keutamaan bulan di sini adalah dalam hal fungsi menerangi. Bulan itu bercahaya yang membuat dirinya terang dan dapat pula menerangi yang lain. Sementara itu bintang yang cahayanya redup hanya untuk dirinya sendiri. Sifat seperti itu terdapat pula pada orang yang berilmu pengetahuan dan ahli ibadah. Orang yang berilmu pengetahuan dapat menerangi dirinya sendiri dengan petunjuk dan dapat pula menerangi orang lain dengan pengajarannya. Dengan kata lain, orang alim memberikan manfaat untuk dirinya dan bermanfaat pula bagi orang lain.
Orang yang berilmu dikatakan sebagai pewaris Nabi. Ini merupakan penghormatan yang sangat tinggi. Warisan Nabi itu bukan harta dan fasilitas duniawi, melainkan ilmu. Mencari ilmu berari berusaha untuk mendapatkan warisan beliau. Berbeda dari warisan harta, untuk mendapatkan warisan nabi tidak dibatasi pada orang-orang tertentu. Siapa saja yang berminat dapat mewarisinya. Bahkan, beliau mengajurkan agar umatnya mewarisi ilmu sebanyak-banyaknya.
Dari hadist di atas terlihat bahwa Rasulullah mendidik umatnya untuk menjadi alim (jamaknya ulama) dengan pendekatan fungsional. Pendekatan ini merupakan upaya memberikan materi pembelajaran dengan menekankan segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran dan bimbingan untuk mendapatkan ilmu, diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosial. Melalui pendekatan fungsional ini berarti peserta didik dapat memanfaatkan ilmu dalam kehiduapn sehari-hari.
Rasulullah juga memberikan kepada orang yang menuntut ilmu. hal ini terlihat dari hadist berikut.
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.’” (HR. At-Tirmidzi)
Siapa yang keluar dari rumah atau negerinya dalam rangka mencari ilmu Syar’i (agama), baik yang fardhu ‘ain maupun yang fardhu kifayah, maka ia dipandang melakukan jihad di jalan Allah. Dipandang demikian, karena dalam kegiatan itu terdapat proses menghidupkan syiar agama, menghadang setan, dan melawan hawa nafsu sebagaimana dalam berjihad, smpai ia kembali pulang ke rumah atau negerinya.
Belajar (mencari ilmu) adalah suatu proses yang membutuhkan banyak hal penting. Proses itu bukan saja memerlukan waktu yang banyak, melainkan biaya, waktu, proses, konsentrasi, dan lingkungan yang kondusif. Orang sering menemukan kesulitan bahkan rintangan sehingga tidak jarang terjadi pengunduran diri dari proses belajar. Untuk menembus semua kesulitan dan rintangan ini, sangat diperlukan keuletan dan kesabaran. Inilah yang membuat proses mencari ilmu itu disamakan dengan jihad di jalan Allah.
Rasulullah menyamakan kegiatan mencari ilmu dengan jihad di jalan Allah. Penyamaan itu merupakan motivasi yang sangat besar bagi orang yang menuntut ilmu sekaligus menunjukan fadhilah (keutaman) mencari ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar